Skip to content

CEMBURU (IRI HATI)

Cemburu (Iri Hati)…

adalah penyakit jiwa kronis yang paling banyak membunuh kebahagiaan. Iri hati merupakan salah satu faktor batin yang dipimpin oleh dosa (kebencian). Iri hati juga muncul karena membandingkan diri sendiri dengan orang lain (aku lebih tinggi dari dia, aku setara dengan dia, aku lebih rendah dari dia) yang termasuk kesombongan/keakuan karena ‘aku’ yang menjadi fokus perhatian.

Iri hati juga sangat halus, jarang disadari tetapi sering disangkal “ngapain gua iri sama dia…Gak level lahh!” Padahal sesungguhnya memang iri. Kesombongan dipimpin oleh faktor mental ‘keserakahan’. Keserakahan berfungsi untuk memenuhi hasrat si ‘aku’.

Irihati ini terjadi secara general, semua latar, mau orang yang kekurangan secara ekonomi maupun yang sudah berlimpah, dengan orang yang tidak dikenal maupun dengan keluarga dekat sendiri, bahkan antara anak dan orang tua pun sering terjadi irihati. Selama masih ada benih kebencian, keserakahan dan keakuan, irihati masih bisa muncul.

Irihati selain membunuh kebahagiaan saat ini juga membuka pintu menuju perbuatan buruk dan kelahiran berikutnya di alam menderita. Maksud si irihati sebenarnya adalah untuk menjadi lebih bahagia, ingin memiliki yang orang lain miliki dan tidak puas kalau orang lain memiliki yang ia tidak memiliki, tetapi karena kebodohan batin membuat ia tidak sadar bahwa semua faktor mental ini justru akan menjauhkan ia dari kesuksesan, kebahagiaan dan kedamaian.

Dengan melatih meditasi yang benar, semua fenomena diatas dapat diamati dengan jelas, dikikis dengan perlahan dan pada akhirnya dipadamkan dengan tuntas.

#Cemburu #Irihati #Kesombongan #Kebencian #Meditasi

MAMER

Ada sahabat yang memuji saya setelah membaca postingan yang menceritakan kalau dulu pakaian saya jauh lebih branded dan lebih mahal dari sekarang. Kemudian dia mulai ngoceh seperti kebanyakan orang bagaimana diluar sana banyak orang yang suka mamer dengan hidup mewah padahal yang sederhana saja sudah cukup. Yang penting prilakunya. Yang penting rendah hati..bla bla bla. Lagi2 dia memuji saya. Kemudian saya langsung menghentikan ocehannya sebelum dirinya semakin dipermainkan oleh kekotorannya sendiri dan bikin saya GeEr.

Begini. Saya menghentikan ocehannya bukan karena secara intelektual pemahamannya keliru, tetapi karena pemahannya tidak menyeluruh dan tidak akan bermanfaat bagi dirinya sendiri.

Ketika kita mengatakan seseorang pakai barang mahal, ingat kata mahal itu muncul hanya karena kita membandingkannya dengan dompet kita sendiri. Banyak orang yang tak punya juga mungkin mengatakan diri kita mamer padahal kita tidak berniat demikian. Padahal yang kita kenakan memang adalah pakaian kita sehari-hari yang dibeli sesuai dengan kemampuan.

Orang yang biasa naik budget airline mengatakan orang yang naik non-budget sebagai mamer. Orang yang naik motor mengatakan yang punya mobil mamer. Yang naik bis mengatakan yang naik Ojek Online itu mamer. Yang di desa mengatakan orang kota mamer. Bahkan orang utan pun mungkin mengatakan orang yang tinggal di gubuk itu mamer. Buat apa tinggal di gubuk, sedangkan ngegelantung di atas pohon saja sudah cukup? Saya rasa sebaiknya tidak terjerat dalam pemikiran seperti ini.

Contoh lagi. Buat apa naik private jet kalau naik First Class saja sudah cukup. Mamer! Pernah mikir? Mungkin orang naik private jet karena waktu mereka berharga. Tidak perlu datang ke airport 3 jam sebelumnya dan tunggu kopor 1 jam. Cukup datang 10 menit sebelumnya dan kopor langsung keluar. Mungkin kitanya aja yang kurang menghargai waktu.

Mamer itu adalah kalau sebenarnya tidak mampu memiliki tapi mencitrakan ia memiliki. Tapi kalau orang pakai barang branded harga 100 juta yang mana itu hanya penghasilan dia dalam 1 jam, lebih mamer mana dengan orang yang pakai barang 1 juta padahal harus nyicil selama 24 bulan hanya demi posting di IG?

Pamer atau tidak itu bukan tergantung pada harga barang tetapi faktor mental orang itu sendiri. Mungkin dia sendiri yang tahu dan tidak perlu kita yang menghakimi karena akan merugikan diri kita sendiri. Kita tidak akan benar2 mengerti kondisi orang lain kecuali kita sendiri sudah berada disana.

Kalau suatu saat kita sudah mampu membeli segala sesuatu dan akhirnya mengatakan “tidak perlu lah pakai barang mahal. Seadanya saja sudah cukup”. Itu namanya Kesadaran.

Tapi kalau sesungguhnya kita belum mampu memiliki dan mengatakan kepada orang lain “tidak perlu lah mamer pakai barang mahal. Yang murah aja sudah bagus”. Ada kemungkinan itu hanya keirihatian padahal dikasih juga mau. Keirihatian, kedengkian dan kekikiran akan menjauhkan orang tersebut dari kesuksesan dan kebahagiaan.

Sebaliknya, rasa turut berbahagia atas kebahagiaan orang lain akan semakin membuka pintu keberhasilan dan mendekatkan diri pada kebahagiaan.

Hidup itu memang terus berubah dan berputar seperti roda, namun janganlah gunakan istilah ini dengan rasa dengki kemudian mengharapkan orang lain celaka. Kenapa? Karena yang sudah diatas pun masih bisa terus naik dan yang sudah dibawah masih bisa terus anjlok, tergantung pada perbuatan mereka sendiri. Hidup ini tiada batas.

Yang sudah memiliki, punya PR untuk membersihkan diri menjadi lebih dermawan dan rendah hati. Demikian juga yang masih berkekurangan, lebih banyak lagi yang harus dibenahi. PR kita semua sama. Tantangan kita semua sama, yaitu menjadi pribadi yang lebih baik dan mengakhiri roda penderitaan ini. Maka, lebih baik saling dukung dan saling mengerti, bukan menghakimi dan menjelekkan, inilah yang terbaik.

Semoga sukses, damai dan bahagia untuk kita semua.

Karena Semua Kan Berlalu (Lyric):

Lihatlah sekitar mu

Wajah wajah yang berlalu

Yang sedang mencari satu

Kebahagiaan yang tak pernak lapuk

Lihatlah kebaikan

dalam diri setiap insan

Dan penderitaan yang mendera

S’lama berputar dalam kehidupan

Chorus:

Karena semua kan berlalu

Bagai bunga yang kan layu

Yang membuat hidup

Sungguh berharga

Untuk disiasiakan kembali

Hidup dengan penuh makna

Jadi berkah tuk sesama

Bersihkan lah semua

Debu dan noda

Hingga di dalam lubuk yang terdalam

Verse:

Karna kita semua sama

Masih berjuang tuk pembebasan

Lapangkanlah dada maafkanlah

Doakan semua bahagia

Youtube:

https://youtu.be/f_PUSdURoN4

Niat baik

Niat baik yang diikuti oleh pengharapan akan menyebabkan kekecewaan.

Kekecewaan yang tidak diikuti oleh kebijaksanaan akan menyebabkan kejahatan.

Oleh karena inilah, orang baik pun terus terjerat dalam penderitaan yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

#AskIrvyn #Kebaikan #Pengharapan #Kekecewaan #Kebijaksanaan #Kejahatan #Penderitaan

JANGAN SALAH PILIH PASANGAN!!!

Banyak orang merasa sudah milih Presiden yang terbaik untuk urus negara padahal milih pasangan hidupnya sendiri untuk ngurus rumah tangga saja masih galau. So kiut dan menggemaskan sekali kan? Paling tidak ini menurut banyaknya pertanyaan yang masuk ke #AskIrvyn seputar:

“Sebenarnya perlu menikah gak sihhh?”

“Harus punya anak gak sih?? Soalnya ortu dan mertu udah nanyain terus”

“Keinginan ortu harus diikuti semua gak sih?”

Lah terus kalau ortu nyuruh anaknya melakukan hal-hal yang tidak terpuji dan merugikan orang lain apakah itu namanya anak berbakti?

“Kalau menurut Dhamma bagaimana?”

Kalau menurut Dhamma yang paling bagus ya kamu jangan lahir2 lagi lah.

Sebagai orang tua (saya berani nulis ini juga karena udah punya 3 anak) kita harus berusaha upgrade diri dari ‘orang tua’ menjadi ‘orang yang lebih bijak’. Menjadi tua itu pasti tapi menjadi bijak itu pilihan.

Seringkali sebagai orang tua, walaupun sudah tau ngurus anak itu susah setengah mati atau bahkan sudah pernah trauma dengan orangtuanya sendiri, yang gak pengertian dan selalu memaksakan kehendak, tapi sekarang masih saja nuntut anaknya sendiri untuk cepat kawin. Aneh tapi nyata. Alasannya sih karena atas dasar peduli sama si anak, padahal dirinya sendiri yang pengen main sama cucu dan gengsi kalau ditanyaain sama ibu2/Om2 arisan kalau belum punya cucu.

Menurut pepatah banyak anak banyak rejeki. Itu karena dulu ortu mengharapkan anak2nya bantu kerja di sawah. Nambah anak berarti “scale up” pemasukannya. Alasan punya anak juga supaya nanti tua gak kesepian dan ada yang rawat. Alasan lain adalah supaya anak bisa merealisasikan cita-cita si ortu yang tidak tercapai. Mungkin juga untuk meneruskan bisnisnya yang sudah dibangun dengan penuh jerih payah, air mata, keringat darah, asam garam, cuka mentega, sambel terasi atau apapun istilahnya.

Kalau zaman now, punya anak itu bahkan untuk dijadikan model/influencer/youtuber di toko onlen atau cari duit di youtube. Padahal anaknya gak ngerti apa2. Kadang sampe itu anak disiksa dan ditendang karena aktingnya gak sesuai pengharapan si ortu (seperti video yang sedang banyak beredar saat ini). Ujung2nya punya anak demi kepentingan diri sendiri, Gengsi dan Duit.

Nah, kalau alasan kalian mau kawin dan punya anak adalah seperti yang diatas tadi….tolong berjuanglah untuk jadi jomblo saja dulu dan berlatih supaya jangan lahir lagi. Hidup udah banyak masalah dan jangan ditambah2in lagi. Penduduk dunia juga udah padat banget dan macet dimana2.

Sebagai anak memang kita tidak bisa memilih ortu. Lucu memang. Tapi ada juga loh ortu/mertu yang anaknya mau kawin tapi malah si ortu/mertu yang mau milih gaun pengantinnya. Mungkin karena dulu mereka masa kawin kurang bahagia. Akan tetapi ketahuilah wahai para anak2, jodohmu dengan si ortu juga karena buah dari perbuatanmu sendiri. Jadi gak usah ngeluh atau komplain kenapa dirimu dilahirkan. Dirimu terus dilahirkan karena kebodohan batin dan hawa nafsumu sendiri. Bukan karena orang lain.

Sebagai anak, kita memang harus hormat, berbakti, merawat, menjaga dan berusaha membuat orang tua bahagia. Namun itu tidaklah sama dengan semata-mata menuruti semua keinginan orang tua. Syukur2 kalau keingingannya baik tapi kalau disuruh melakukan yang tidak benar kan amsiong. Maksud hati mau berbakti tapi malah masuk neraka.

Sebagai anak justru dikatakan telah membalas budi ortu jika ia mampu mengarahkan orang tua ke arah hidup yang lebih baik, yang penuh kebencian menjadi penuh kasih saying, yang kikir menjadi dermawan, yang gelap batinnya menjadi terang. Susah memang. Dan jangan pikir ini artinya anak sibuk ngocehin ortu. Gak akan efek juga. Bukan itu yang dimaksud. Tapi surga itu bukan di telapak kaki ibu, jempol bapak ataupun tetangga. Itu hoax. Surga itu ada di hati orang yang memupuk kebajikan. Jadi meskipun sulit ya tetap harus diperjuangkan.

Tidak perlu juga sampe BeTe terus sumpah2 gak mau kawin dan gak pernah mau punya anak lagi selamanya. Kadang udah merasakan keluarga sendiri tidak happy, ortu tidak akur, ya ngapain juga kawin dan punya anak. Ya kan? Ngerti sih. Tapi maksud saya tidak perlu lah sampe sumpah2. Karena Semua Kan Berlalu (promosi lagu baru saya)….semua akan berubah dan hanya masalah waktu. Jangan gara2 sumpah begitu nanti giliran pengen kawin jadi gak bisa lagi ketemu jodoh. Atau pas mau punya anak jadi susah punya anak. Apapun yang diputuskan dengan emosi sudah pasti mengakibatkan penderitaan. Mau begitu?

Sebagai ortu kita harus berusaha menjadi ortu yang bijak demikian juga sebagai anak kita juga berjuang menjadi anak yang berbakti tapi tidak kalah bijak. Si anak nanti akan menjadi tua. Si orang tua juga akan lahir kembali menjadi anak. Semua hanya transit dan sesungguhnya tidak ada siapapun yang memiliki siapa. Semua hanya mewarisi karmanya masing-masing.

Kalau memang mau punya anak, bicarakan dulu dengan pasangan dan keluarga. Samakan dulu tujuan punya anak itu apa. Samakan dulu pengertian apa yang harus dikorbankan dan diperjuangkan. Munculkan aspirasi yang mulia dan besarkan dengan penuh kasih sayang dan kebijaksanaan. Sehingga penambahan anggota keluarga ini akan menambah kebahagiaan dan bukan penderitaan.

Jika memang belum siap menikah, tegar dan sabarlah dalam menghadapi ocehan, sindiran, makian atau apapun itu. Yang penting jaga hati dan tidak memiliki niat buruk atau mengharapkan orang lain celaka. Berlatih untuk melihat 2 hal, kebaikan dan penderitaan yang dimiliki orang lain. Secara perlahan itu akan memunculkan cinta kasih dan pengertian. Terus berbuat kebajikan yang akan merubah kondisi hidup menjadi lebih baik. Terus melangkah maju karena semua kan berlalu.

Dhamma is My Way’ Cover Song Contest

cover-song-contest_3

‘Dhamma is My Way’ Cover Song Contest’

Saat ini sudah banyak yang membuat cover song dari album Dhamma is My Way. Terima kasih sebesar-besarnya kepada semua. Sekarang saya ingin menaikkan level khususnya dalam hal saya menghargai upaya kalian melalui project DiMW Cover Song Contest ini.

Caranya mudah:
1. Pilih salah satu lagu dari album ‘Dhamma is My Way’ untuk kalian buatkan versi Cover Song.
2. Follow Instagram @TrueDirectionMusic.
3. Rekam Cover Song tersebut dalam bentuk Video.
4. Like Fanpage True Direction dan kemudian melalui FB masing-masing post Video tersebut ke Fanpage True Direction (www.facebook.com/truedirectionmusic).
5. Post juga video tersebut ke Youtube masing-masing.
6. Mengikuti Etika Cover Song International. Contoh dalam hal pemberiaan nama, misalnya: All of Me – John Legend (Boyce Avenue acoustic cover)
atau Dhamma is My Way – Irvyn Wongso (Roby Oktober Cover) atau Semoga Semua Hidup Berbahagia – Irvyn Wongso (Derby Khou feat. Odelia Acoustic Cover).
7. Supaya bisa dicari dan dinilai pastikan selalu menggunakan hashtag #DIMWCoverContest #TrueDirectionMusic
8. Jumlah personil di dalam video tidak dibatasi.

Hal yang dinilai:
1. Penjiwaan terhadap lagu – 20%
2. Konsep/kreatifitas – 20%
3. Kualitas video/visual – 20%
4. Kualitas vokal/suara – 20%
5. Viralitas atau kekuatan menginspirasi (Jumlah likes dan shares) – 20%

Contest ini akan ditutup pada Hari Jumat 28 Oktober 2016.

Pemenang akan mendapatkan hadiah apresiasi sebesar:
Juara 1 – 5 juta rupiah.
Juara 2 – 3 juta rupiah.
Juara 3 – 2 juta rupiah.

Selain itu jika kondisi memungkinkan dan berdomisili di Jakarta saya ingin mengundang para pemenang untuk makan Bakmi bersama dilanjutkan dengan sesi duet/jamming + shooting Music Video Klip bersama.

Jika belum memiliki CD ‘Dhamma is My Way’ bisa dipesan melalui Whatsapp 0812-8294-4449 atau melalui iTunes http://apple.co/24rSuOB

Selamat berkarya dan bersama-sama berbagi Dhamma ^^

#DIMWCoverContest #TrueDirectionMusic

Open letter to all my fellow Dhamma workers

“Open letter to all my fellow Dhamma workers”

Every time I open my Facebook, it’s almost like a Buddhist Encyclopedia. I can see so many Buddhism related activities from all over the world done by organizations or individuals. For many years, I have tried my best to support any sorts of Dhamma activities without questioning their traditions, organisations or even the size of the communities. Most of the time, I even forget the name of the place I have just visited because they are just so many of them.

However, it really saddened me when I see that Buddhist Communities do not get along with one another. The more each organization is trying to unify Buddhists, in fact the greater the separation they are creating. The walls are getting thicker and taller.

I think it’s important that all leaders from each organizations and communities understand this. The Key Performance Indicator of our Dhamma work is not really measured by how big our building is, how many members we have, how many branches we have, how long we have been in this “business”, how many stupas we have built, how many Sangha members we know or how many people we think we have helped, but rather how vast our mind have opened and how pure our heart is when doing this Dhamma work. How much peace we have created within the communities that spreads beyond and how strong the fellowship we created even with people outside the communities.

Ultimately, we are doing Dhamma work is not to accumulate good Kamma, but to end Kamma. We strive so that one day not a single Buddhist community is needed in this world.

When our heart and mind is open, there is nothing really needs to be unified because there is no boundaries between one another. We are one. The boundaries created are illusions because we have forgotten the true nature of our self. If we come back to the basic understanding and practice of the Dhamma, everywhere we go we only see Kalyanamitta who support one another in this Dhamma path.

Anumodana to all my brothers and sisters for all the great Dhamma work that has not only inspired but also transformed so many lives, including my self. _/\_

Becoming a Buddhist

Becoming a Buddhist doesn’t mean that your life will always change for the better. Only by becoming a Dhamma practitioner something will surely change and definitely for the better. But that something doesn’t always mean that you will become richer, never get sick, live longer and every one will only speak nice things about you.

The most important thing that a Dhamma practitioner will experience is the change in the definition of happiness it self, as a result of clearer understanding about the true nature of life and the root cause of all sufferings. This realisation will make a Dhamma practitioner to start pointing their attention inwards, to move forwards and upwards in their practice in order to realize the ultimate happiness within.

Dhammacari sukham seti, asmim loke paramhi ca (Those who follow the Dhamma live happily, through this life and beyond) – The Buddha-

*This photo with Venerable Sanghasena from Ladakh is one of my happy moments. To meet with such a wonderful person to discuss about selfless Dhamma.12657890_10153530820243731_4852975058554898055_o

First arrived at the Forest Monastery

One year ago. This was when we first arrived at the Forest Monastery in North Eastern Thailand and received meditation guidance from one of the forest monk. After that, we went our separate ways to stay and practice in our own cave. Can’t believe time flew so fast.

IMG_7110

One year ago

One year ago I met Luangpor Sangob Kusalacitto. This is the photo during Kathina 2015 in Thailand where as usual Luangpor gave me his “heart to heart” advice on Dhamma practice.

I’m posting this photo today hoping that next year Facebook will remind me again about this moment _/\_DSC09073sml